Wanna See You Someday

Wanna See You Someday

Saturday, March 16, 2012

Two weeks after my 18th Anniversary

It’s cold.

Aku memandangi foto mereka satu-satu. ‘Mempelajari’ video mereka, tawa dan haru. Angin mengubah haluannya. Menyisir dedaun pepohonan yang mulai menghijau, membawa romantisme musim semi. Dingin kurasa di sini. Somewhere in my heart.

Di balik tirai asrama Islamic University, aku terduduk. Menggigil sesekali. Kurapatkan kaos kaki dan selimutku. Kupandangi wajah penuh bahagia. Wajah-wajah ceria adik-adikku, anak-anak Peradaban. Memori membawaku pada peristiwa bulan Desember. Ya, aku masih ingat dengan tepat waktu dan tempatnya. No smile, no tears. There’s only a memory.

***

Serang, 15 Desember 2011. Seperti saat ini, malam itu juga terasa dingin. Lewat tengah malam dan mata ini sudah terlampau lelah. Rindu melepas lelah, hendak mengadu ke peraduan. Namun, kuurungkan niat. There are a lot of things to do. Banyak hal yang harus selesai malam ini. Kuteguhkan raga jiwaku tuk tetap terjaga. Semakin larut, dan semakin dingin. Seperti malam ini.

Kuraih ember berisi cat putih dan beberapa gelas plastik. Kucampurkan beberapa warna, beberapa eksperimen berhasil. Beberapa tidak lebih baik. Dengan semua keterbatasan kuperjuangkan segalanya untuk adik-adikku. For the day that has written. Kuambil kembali kuas yang berada di atas panggung. Background acara Leadership Day belum sampai lima puluh persen. Tinggal dua hari lagi. Kubiarkan bulan melihatku malam itu. Melihatku terjaga, melukis. Sebuah lukisan untuk adik-adikku,  anak-anak peradaban.

***

A cup of coffee

A friend of thousand stories

Secangkir kopi menemaniku malam itu. Kuminum perlahan.

Menemani perjalanan malamku yang entah kenapa terasa teramat panjang. Cangkir bertuliskan “Smile”, my favorite. Begitupun kuintip senyum adik-adikku, anak-anak peradaban, di dalamnya.

***

Dan kembali ke dalam perjalanan memori, ku melihat diriku bersama kakak dan karibku, Prabas dan Samsul. Banyak hal kita lakukan di Peradaban. We’ve done awesome. Perjalanan kami memahat memori bahagia. Hal yang tak pernah kami lupakan bersama. Esoknya, menyambut mentari pagi, kami kembali terjaga. Kembali tegakkan kepala untuk berjuang bersama anak-anak Peradaban. Kumpulan permata bagi kami.

Latihan pun dimulai. Hard day. Hari-hari ini terasa begitu lama, dan begitu cepat. Tak pernah mudah, namun tetap mencoba. Segala daya dan upaya. Aku tak bisa menghadirkan memori itu dengan sempurna dalam kata. Terlalu terpesona, tak sempat menulisnya. Hanya kalian, anak-anak Peradaban bisa dengan jelas melihatnya. Dalam diri kalian masing-masing. Dalam hati kalian …

And we build it together. Kita bangun bersama perjuangan ini. Dengan peluh dan air mata yang sama.  We feel what you do. We’re with you.

***

Bertambah dingin. Itu yang kurasa. Kusegarkan lagi pandanganku sehabis mengintip senyum di balik  cangkir. Kupandangi bintang, and that time, I see you there.

***

Anak-anak Peradaban kembali bernyanyi. Menyanyikan lagu perjuangan. Tak kenal lelah, berlatih siang malam. Membuat taman, melukis background. Menyiapkan peralatan, berlatih kembali. Merangkai lagu dan nada, suara, rekaman. Tertawa bersama.

I see myself there. Between you. Aku berdiri di sana. Mengawasi dan melihat. Merekam senyum, menulis memori.

December 17

You’ve done very very awsome, two tumbs up!

Leadership day. Kalian melakukannya dengan sangat baik. Kalian tunjukkan diri kalian pada dunia. Membuktikan kemampuan di depan banyak orang. It’s even better than before.

And in the end, there are tears. A lot of tears.

Aku tak kuasa menahannya. Aku tak boleh menangis. Tapi tidak hatiku. Hatiku yang basah oleh tangis rindu. Biarkan kami menjaga kalian, jauh, jauh di dalam kemurnian hati kami.

Can’t forget you forever, Children of Peradaban.

***

Kulihat bulan menangis malam itu, menemaniku. Menemani kalian dalam tidur.

Anak-anak Peradaban dalam hatiku.

Wanna see you someday.

Islam Aabaad, March 16, 2012

Written when editing “Something to Remember” video.

Slideshow ini membutuhkan JavaScript.